Usaimembaca Surat al-Fatihah, pada rakaat kedua dianjurkan untuk membaca pendek, kemudian dilanjutkan ke ruku’, sujud. 4. Salam. Setelah sholat Idul Adha diakhiri dengan salam sama seperti shalat lainnya. Setelah pelaksanaan Shalat Idul Adha jemaah dianjurkan tidak langsung pulang, melainkan mendengar khotbah idul adha lebih dulu hingga selesai. Padaera 80-an kitab ini diterbitkan dan disebarluaskan dalam bentuk Arab dan Arab pegon. Namun kini sudah banyak yang menerbitkan Majmu’ Syarif dengan memadukan tulisan Arab dan latin. Kitab Majmu’ Syarif adalah surat-surat pilihan yang diambil dari Alquran, kumpulan doa, zikir, dan shalawat. Kandungan tersebut menenangkan hati siapa pun 4 Diganjar pahala berlipat. Dengan rajin membaca Surah Al-Mulk pada tiap malam, maka mendatangkan banyak perbuatan baik dan pahala bagi orang yang membacanya. Perbuatan baik ini kemudian dilipatgandakan hingga 10 kali dan Allah SWT melipatgandakan bagi siapapun yang Dia kehendaki. Dalam hadist HR. DalamSE Menteri Agama, pengeras suara 5 kali sehari itu yang diatur pengeras suara sebelum adzan dan setelah adzan. Surat Edaran Menteri agama, tegas Addin, secara jelas mengatur tentang kebisingan suara, " Itupun bukan melarang, termasuk kaset rekaman yang bisanya di nyalakan waktu cukup lama sebelum adzan. Setop politisasi SE Menteri Agama. SERAMBINEWSCOM - Apa hukum membaca surah pendek tak berurutan di rakaat 1 dan 2 ketika menunaikan ibadah shalat? Saat mengerjakan shalat baik fardhu maupun sunnah, umat islam dianjurkan untuk membaca surah atau ayat-ayat Alquran. Surah yang dibacakan pada rakaat 1 dan 2 ini bisa dari surah manapun yang ada di dalam Alquran. Didalam surat Al-Fatihah ada setidaknya 138 huruf. Namun bila menghitung komplet dengan tasydid-tasydidnya, kedua huruf alif pada dua kata “shirâth”, dua alif pada kata “ad-dhâllîn”, dan satu alif pada kata “mâlik” maka jumlah seluruh hurufnya . Secara umum shalat Jumat tidak berbeda dengan shalat yang lain dari sisi rukun, syarat, kesunahan dan tata cara pelaksanaannya. Di antara titik kesamaannya adalah kesunahan bagi imam membaca surat setelah membaca surat al-Fatihah di setiap rakaatnya. Hanya saja, ada anjuran khusus perihal surat yang dibaca imam dalam shalat Jumat. Fuqaha menegaskan disunahkan bagi imam shalat Jumat membaca surat al-Jum’ah di rakaat pertama, dan surat al-Munafiqun di rakaat kedua; atau surat al-A’la di rakaat pertama, dan surat al-Ghasyiyah di rakaat kedua. Kesunahan tersebut berdasarkan hadits عَنِ ابْنِ أَبِي رَافِعٍ، قَالَ اسْتَخْلَفَ مَرْوَانُ أَبَا هُرَيْرَةَ عَلَى الْمَدِينَةِ، وَخَرَجَ إِلَى مَكَّةَ، فَصَلَّى لَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ الْجُمُعَةَ، فَقَرَأَ بَعْدَ سُورَةِ الْجُمُعَةِ، فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ، قَالَ فَأَدْرَكْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ حِينَ انْصَرَفَ، فَقُلْتُ لَهُ إِنَّكَ قَرَأْتَ بِسُورَتَيْنِ كَانَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ يَقْرَأُ بِهِمَا بِالْكُوفَةِ، فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقْرَأُ بِهِمَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ “Dari Ibni Abi Rafi’ beliau berkata; Marwan meminta Abu Hurairah menggantikannya menjadi Imam di kota Madinah, Marwan keluar menuju Mekah, lalu Abu Hurairah shalat untuk kita, beliau membaca setelah surat al-Jum’ah di rakaat terakhir, surat Idza Ja’aka al-Munafiqun. Marwan berakata; aku menemui Abu Hurairah saat ia pulang, aku katakan kepadanya; sesungguhnya engkau membaca dua surat yang dibaca Ali saat di Kufah. Abu Hurairah berkata; sesungguhnya aku mendengar Rasulullah membaca kedua surat tersebut pada hari Jumat” HR. Muslim. Dalam riwayat yang lain, Imam Muslim menyebutkan عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، قَالَ اسْتَخْلَفَ مَرْوَانُ أَبَا هُرَيْرَةَ، بِمِثْلِهِ، غَيْرَ أَنَّ فِي رِوَايَةِ حَاتِمٍ فَقَرَأَ بِسُورَةِ الْجُمُعَةِ فِي السَّجْدَةِ الْأُولَى وَفِي الْآخِرَةِ إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ. “Dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ beliau berkata; Marwan meminta Abu Hurairah menggantikannya seperti hadits sebelumnya, hanya dalam riwayat Hatim terdapat keterangan; lalu Abu Hurairah membaca surat al-Jum’ah di rakaat pertama, dan surat Idza Ja’aka al-Munafiqun di rakaat terakhir” HR. Muslim. Adapun anjuran membaca surat al-A’la dan al-Ghasyiyah disebutkan dalam riwayat al-Nu’man bin Basyir عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ، وَفِي الْجُمُعَةِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ “Dari al-Nu’man bin Basyir beliau berkata; Rasulullah membaca dalam shalat dua hari raya dan Jumat surat Sabbihismarabbikal A’la dan surat Hal Ataka Haditsul Ghasyiyah” HR. Muslim. Al-Imam al-Nawawi menegaskan bahwa pendapat yang benar adalah dua paket surat di atas disunahkan dalam shalat Jumat, keduanya telah dibaca oleh Nabi. Sesekali Nabi membaca surat al-Jum’ah dan al-Munafiqun, dalam kesempatan yang lain beliau membaca surat al-A’la dan al-Ghasyiyah. Al-Nawawi mengkritik pendapat Imam al-Rafi’i yang menyebut bahwa dalam permasalahan ini terdapat perbedaan antara qaul al-Qadim dan Qaul al-Jadid. Menurut kesimpulan al-Rafi’i, versi qaul al-Jadid yang sunah dibaca adalah Surat al-Jum’ah dan al-Munafiqun, sementara versi qaul al-Qadim surat al-A’la dan al-Ghasyiyah. Al-Imam Al-Nawawi menegaskan يستحب أن يقرأ في الركعة الأولى من صلاة الجمعة بعد الفاتحة سورة الجمعة . وفي الثانية المنافقين . وفي قول قديم إنه يقرأ في الأولى سبح اسم ربك الأعلى . وفي الثانية هل أتاك حديث الغاشية “Disunahkan membaca di rakaat pertama dari Shalat Jumat setelah al-Fatihah, surat al-Jum’ah, dan di rakaat kedua, surat al-Munafiqun. Dalam qaul al-Qadim disebutkan, dianjurkan membaca di rakaat pertama, surat Sabbihismarabbikal A’la, dan di rakaat kedua surat Hal Ataka Haditsul Ghasyiyah.” قلت عجب من الإمام الرافعي - رحمه الله كيف جعل المسألة ذات قولين، قديم وجديد؟ ! والصواب أنهما سنتان. فقد ثبت كل ذلك في صحيح مسلم من فعل رسول الله - صلى الله عليه وسلم -، فكان يقرأ هاتين في وقت، وهاتين في وقت. “Aku berkata; mengherankan dari Imam al-Rafi’i mengapa beliau menjadikan persoalan ini dua qaul, qadim dan Jadid. Pendapat yang benarm bahwa dua paket surat tersebut disunahkan. Sesungguhnya masing-masing telah ditetapkan dalam Shahih Muslim dari perilaku Rasulullah, Nabi membaca surat al-Jum’ah dan al-Munafiqun dalam satu waktu, dan dalam waktu yang lain membaca surat al-A’la dan al-Ghasyiyah” Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Raudlah al-Thalibin, juz 2, hal. 45. Disebutkan dalam Hasyiyah al-Jamal, kesunahan membaca dua paket surat yang dianjurkan Nabi tidak mempertimbangkan jumlahnya makmum. Kesunahan tersebut tetap berlaku meski jamaah Jumat berjumlah sangat banyak sampai tidak terhingga. Namun Syekh Ali Syibramalisi memberi catatan, bila diduga memberi mudarat kepada sebagian makmum, misalnya karena menahan kencing, maka tidak lagi disunahkan, namun sebaiknya imam memilih bacaan surat yang relatif lebih pendek. Sebab hal tersebut berpotensi mengakibatkan Imam ditinggalkan jamaahnya dan menjadikannya shalat sendirian. Syekh Sulaiman al-Jamal menegaskan قوله وأن يقرأ في الأولى الجمعة إلخ أي ولو صلى بغير محصورين اهـ. ش م ر وعمومه شامل لما لو تضرروا أو بعضهم لحصر بول مثلا وينبغي خلافه؛ لأنه قد يؤدي إلى مفارقة القوم له وصيرورته منفردا اهـ. ع ش عليه. “Ucapan Syekh Zakariyya; dan dianjurkan membaca surat al-Jum’ah dan seterusnya; meski Imam shalat dengan jamaah yang tidak terhitung. Keumuman ini mencakup permasalahan makmum atau sebagian dari mereka yang mengalami mudarat semisal karena menahan kencing, namun seyogyanya tidak demikian, sebab hal tersebut terkadang mengakibatkan berpisahnya jamaah dengan Imam dan menjadikannya shalat sendirian” Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 2, hal. 36. Dalam prakteknya masih ditemukan Imam shalat Jumat membaca selain dua paket surat di atas, misalnya karena tidak hafal, memberi kenyamanan kepada makmum dan sebagainya. Biasanya imam memilih surat dengan durasi yang lebih pendek agar jamaah tidak resah. Bagaimana hukumnya? Membaca selain Surat al-Jum’ah & al-Munafiqun atau surat al-A’la & al-Ghasyiyah adalah perilaku yang menyalahi Sunnah khilaf al-Sunnah. Dalam teori ushul fiqh, perbuatan yang menyelisihi sunah Nabi hukumnya makruh bila ada dalil yang secara khusus melarangnya, dan disebut khilaf al-Aula bila tidak ada dalil yang melarangnya secara spesifik. Syekh Sulaiman al-Jamal mengatakan وما ذكر من الكراهة في الثاني هو ما جزم به النووي في كتبه لكنه خالف في المجموع فقال نص الشافعي على أنه يستحب أن لا تسمى العشاء عتمة وذهب إليه المحققون من أصحابنا وقالت طائفة قليلة يكره “Keterangan yang disampaikan Mushannif mengenai kemakruhan adalah pendapat yang diyakini Imam al-Nawawi di dalam kitab-kitabnya, akan tetapi al-Nawawi menyelisihi dalam kitab al-Majmu’, beliau berkata; Imam al-Syafi’i menegaskan disunahkan tidak menamai Isya’ dengan sebutan Atamah, ini adalah pendapat yang didukung ulama muhaqqiqin dari Ashab kita. Berkata sekelompok minoritas, hukumnya makruh.” قوله أن لا تسمى العشاء عتمة أي فتكون التسمية خلاف الأولى أخذا من قوله وقالت طائفة إلخ ومع ذلك فالمعتمد ما قاله الأقلون ولا ينافيه قول المجموع يستحب أن لا تسمى العشاء عتمة؛ لأن خلاف السنة إن ورد فيه نهي بخصوصه كان مكروها كما هنا وإلا كان خلاف الأولى اهـ ع ش “Ucapan Syekh Zakariyya; disunahkan tidak menamai Isya’ dengan sebutan Atamah; maka menyebutnya Atamah hukumnya khilaf al-Aula, karena mengambil dari ucapan Syekh Zakariyya; berkata sekelompok minoritas dan seterusnya. Namun demikian, pendapat yang dibuat pegangan adalah pendapat ulama minoritas, tidak bertentangan dengannya ucapan kitab al-Majmu’; disunahkan tidak menamai Isya’ dengan Atamah;, karena menyelisihi sunah bila terdapat larangan khusus hukumnya makruh seperti permasalahan ini, bila tidak demikian maka khilaf al-Aula” Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 1, hal. 273. Dalam konteks bacaan surat shalat Jumat tidak ada dalil khusus yang melarang membaca selain surat al-Jum’ah & al-Munafiqun atau surat al-A’la & al-Ghasyiyah. Oleh karenanya, meninggalkan dua paket surat yang dianjurkan Nabi hukumnya khilaf al-Aula menyalahi yang lebih utama. Membaca dua paket surat dalam shalat Jumat sebagaimana diajarkan Nabi tujuannya adalah agar mendapat kesunahan yang lebih sempurna, oleh sebab itu bila Imam membaca surat yang lain, hukumnya boleh bahkan sudah cukup mendapat pahala kesunahan membaca surat di setiap rakaat secara umum. Bila melihat sudut pandang fiqh dakwah, hendaknya para pemuka agama tidak kaku atau kasar sehingga mengakibatkan umat berpaling dari dakwahnya. Perlu tahapan-tahapan tertentu dalam menuntun masyarakat untuk menjadi muslim yang sempurna. Atas dasar prinsip ini, Imam Ahmad bin Hanbal menyunahkan bagi Imam meninggalkan doa qunut dalam shalat witir karena mengambil hati para makmum lihat Muhammad bin Muflih al-Hanbali, al-Furu’, juz 2, hal. 171. Syekh Alauddin al-Kasani, ulama besar mazhab Hanafi dalam bab shalat tarawih menjelaskan imam shalat hendaknya mengukur durasi surat yang ia baca sekiranya tidak menjadikan jamaah berpaling dari jamaah. Al-Kasani menegaskan وأما في زماننا فالأفضل أن يقرأ الإمام على حسب حال القوم من الرغبة والكسل فيقرأ قدر ما لا يوجب تنفير القوم عن الجماعة؛ لأن تكثير الجماعة أفضل من تطويل القراءة “Adapun di masa kami, yang lebih utama adalah imam membaca surat menyesuaikan kondisi kesemangatan dan kemalasan kaum, maka ia hendaknya membaca surat dalam batas yang sekira tidak menyebabkan kaum lari dari jamaah, sebab memperbanyak jamaah lebih utama dari pada memanjangkan bacaan” Syekh Alauddin Abu Bakr bin Mas’ud al-Kasani, Badai’ al-Shanai’, juz 1, hal. 289. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa membaca surat al-Jum’ah & al-Munafiqun atau surat al-A’la & al-Ghasyiyah adalah disunahkan, meninggalkannya adalah menyelisihi keutamaan. Meski demikian, penting bagi imam memperhatikan kondisi makmumnya, agar bacaan panjangnya tidak menjadikan makmum malas mengikuti jamaah Jumat. Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat. Kategori Fiqh Pemahaman muslimin mengenai praktik-praktik ibadah berdasarkan Syariat Kajian Bertema Fiqh Informasi Artikel ini Dipublikasikan 10 Juni 2013 Dibaca 181656 Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya. Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang paling utama setelah syahadat. Di dalam Shalat berbagai macam ibadah terkumpul seperti, dzikrullah, bacaan al qur’an, berdiri, rukuk, sujud di hadapan Allah, berdo’a padaNya, tasbih, takbir dan lainnya. Shalat merupakan induk ibadah badaniyah. Tatkala Allah hendak menurunkan syariat shalat Dia memi’rajkan RasulNya ke langit [Bukhari 349, Muslim 162], hal ini berbeda dengan syariat-syariat yang lain. Artikel berikut menjelaskan bacaan surat yang dibaca Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam dalam sholat beliau yang lima waktu, yang ana rangkum dari tulisan Ustadz Abu Muawiah. Semoga menambah semangat kita dalam mengamalkan sunnahnya. BACAAN DALAM SHALAT SUBUHAllah Ta’ala berfirman“Dan dirikanlah pula shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat.” QS. Al-Isra` 78Dari Jabir bin Samurah -radhiallahu anhu- dia berkata“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam membaca pada shalat shubuh, Qaf wal Qur’an al-Majid’ surah Qaf.” HR. Muslim no. 458Dari Abu Barzah Al-Aslami -radhiallahu anhu- dia berkata“Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bisa membaca dalam shalat shubuh antara enam puluh hingga seratus ayat.” HR. Al-Bukhari no. 508 dan Muslim no. 461Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata“Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam shalat subuh membaca “ALIF LAAM MIIM TANZIIL AS-Sajadah Surah As-Sajadah, dan HAL ATAA ALAL INSAANI HIINUM MINAD DAHRI Surah Al-Insaan.” HR. Al-Bukhari no. 891 dan Muslim no. 879Dari seorang laki-laki dari Juhainah dia berkata“Bahwa dia telah mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam membaca dalam shalat subuh “IDZA ZULZILATIL-ARDHU ZILZALAHA,” pada kedua rakaatnya.” HR. Abu Daud no. 816 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Sifatush Shalah hal. 110 Penjelasan ringkasDi antara sunnah Nabi -alaihishshalatu wassalam- dalam shalat subuh adalah memanjangkan bacaan surah di dalamnya, hal itu karena dia adalah shalat yang disaksikan oleh para malaikat. Beliau terus-menerus melakukan hal tersebut, hanya saja terkadang beliau juga membaca surah pendek, misalnya mengulangi surah Az-Zalzalah pada kedua rakaat shalat SHALAT ZUHUR & ASHARDari Abu Said Al-Khudri -radhiallahu anhu- dia berkata“Sungguh iqamah shalat zhuhur telah dikumandangkan, lalu ada seseorang yang pergi ke Baqi’ untuk buang hajat. Setelah itu dia berwudhu kemudian dia mendatangi shalat jama’ah kembali, sementara Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masih pada raka’at pertama, hal itu karena beliau memperpanjang bacaan padanya.” HR. Muslim no. 454Dari Abu Qatadah -radhiallahu anhu- dia berkata“Rasulullah shalat mengimami kami lalu beliau membaca surah al-fatihah dan dua surah dalam shalat zhuhur dan ashar pada dua rakaat yang pertama. Dan terkadang beliau memperdengarkan bacaan ayatnya kepada kami. Beliau memanjangkan rakaat pertama shalat zhuhur dan memendekkan yang kedua. Dan demikian juga yang beliau lakukan dalam shalat shubuh.” HR. Al-Bukhari no. 759 dan Muslim no. 451Maksud membaca surah al-fatihah dan dua surah dalam shalat zhuhur dan ashar pada dua rakaat yang pertama’ adalah Beliau membaca surah Al-Fatihah dan satu surah lainnya pada setiap Jabir bin Samurah -radhiallahu anhu- dia berkata“Nabi shallallahu alaihi wasallam membaca dalam shalat zhuhur Wal-laili idza yaghsya’, dan dalam shalat ashar membaca surah semisal itu panjangnya. Sementara dalam shalat shubuh beliau membaca surah yang lebih panjang dari itu.” HR. Muslim no. 459Penjelasan ringkasBacaan Nabi -alaihishshalatu wassalam- dalam shalat zuhur dan ashar adalah dari salah satu dari surah-surah mufashshal yang panjangnya pertengahan. Beliau biasanya memanjangkan bacaan pada rakaat pertama shalat zuhur, sampai-sampai walaupun setelah iqamah ada orang yang pergi ke daerah Baqi’ untuk buang air besar lalu dia berwudhu dan kembali ke masjid, niscaya dia tidak akan masbuk satu rakaat pun. Sementara pada rakaat yang kedua, beliau membaca surah yang lebih pendek dari itu, semisal surah Abu Qatadah di atas menunjukkan bolehnya imam sekali-sekali menjahrkan satu ayat dari surah yang dia baca setelah al-fatihah, tapi tidak sering. Dan juga menunjukkan bagaimana hikmah Nabi -alaihishshalatu wassalam- dalam masalah panjang dan pendeknya bacaan pada kelima shalat waktu, dimana dalam semua itu beliau mempertimbangkan keadaan jamaah. Wallahu a’ DALAM SHALAT MAGHRIB & ISYADari Jubair bin Muth’im -radhiallahu anhu- berkata“Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam membaca surat Ath-Thur dalam shalat Maghrib.” HR. Al-Bukhari no. 765 dan Muslim no. 463Dari Jabir -radhiallahu anhu- dia berkata“Biasanya Muadz shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihiwasallam, kemudian dia datang, lalu mengimami kaumnya. Maka pada suatu malam, dia melakukan shalat Isya’ bersama Nabi Shallallahu’alaihiwasallam, kemudian setelah itu dia mendatangi kaumnya, lalu mengimami mereka. Dalam shalatnya dia membaca surat Al-Baqarah, maka seorang laki-laki keluar dari shalatnya, kemudian shalat sendirian, lalu pergi. Maka mereka berkata kepadanya, “Apakah kamu berlaku munafik wahai fulan?” Dia menjawab, “Tidak, demi Allah, aku akan mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam, lalu aku akan mengabarkan kepada beliau perbuatan Muadz ini.” Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam seraya berkata, “’Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami para pekerja penyiram tanaman bekerja pada siang hari sehingga kecapekan, dan sesungguhnya Mu’adz shalat Isya’ bersamamu, kemudian dia datang mengimami kami dengan membaca surah Al-Baqarah.” Maka Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam menghadap Mu’adz seraya bersabda, “Wahai Mu’adz, apakah kamu tukang fitnah yang membuat orang lari dari agama, pent.. Bacalah dengan surat ini dan bacalah dengan ini.” HR. Al-Bukhari no. 664 dan Muslim no. 465Dalam riwayat Al-Bukhari“Mengapa kamu tidak membaca saja surat Sabbihisma rabbika’, atau dengan Wasysyamsi wa dluhaahaa’ atau Wallaili idzaa yaghsyaa’?” Karena yang ikut shalat di belakangmu mungkin ada orang yang lanjut usia, orang yang lemah, atau orang yang punya keperluan.”Al-Bara’ bin Azib -radhiallahu anhu- berkata“Saya pernah mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam saat shalat Isya membaca WATTIINI WAZZAITUUN surah At-Tiin . Dan belum pernah kudengar seorang pun yang lebih indah suaranya, atau bacaannya daripada beliau.” HR. Al-Bukhari no. 766 dan Muslim no. 464Penjelasan ringkasBacaan surah Nabi -alaihishshalatu wassalam- di dalam shalatnya berbeda-beda antara satu shalat dengan shalat yang lainnya. Terkadang dalam shalat maghrib beliau membaca surah yang pendek dari surah-surah mufashshal dan terkadang beliau membaca surah mufashshal yang panjang, seperti surah Ath-Thur. Surah-surah mufashshal adalah mulai dari surah Qaf sampai An-Naas, dengan perinciang sebagai berikut Surah Qaf sampai An-Naba` adalah thiwal al-mufashshal surah mufashshal yang panjang, surah An-Naba` sampai Adh-Dhuha adalah awasith al-mufashshal surah mufashshal yang pertengahan, dan surah Adh-Dhuha sampai akhir adalah qishar al-mufashshal surah mufashshal yang pendek.Adapun dalam shalat isya, maka beliau telah memerintahkan Muadz untuk membaca surah Al-A’la atau Adh-Dhuha atau Al-Lail, sementara beliau sendiri membaca surah lain dari hadits-hadits di atas Surah maghrib, isya termasuk shalat jahriyah. Karenanya para sahabat mengetahui surah yang Nabi -alaihishshalatu wassalam- baca. Suatu masjid yang punya imam ratib tidak mengerjakan shalat berjamaah kecuali setelah imam ratib datang. Semangat para sahabat untuk shalat di belakang Nabi -alaihishshalatu wassalam-. Seorang imam ratib harus shalat lagi mengimami makmumnya walaupun dia telah shalat sebelumnya. Orang yang sudah shalat wajib lalu masuk ke sebuah masjid yang tengah didirikan shalat wajib yang sama, maka hendaknya dia ikut shalat bersama mereka, dan shalat wajibnya untuk kedua kalinya ini dihukumi sebagai shalat sunnah. Bolehnya orang yang shalat sunnah mengimami orang yang shalat wajib. Bolehnya imam berbeda niatnya dengan makmum. Bolehnya memisahkan diri dari jamaah shalat lalu shalat sendiri jika ada uzur syar’i yang membolehkan. Bahkan terkadang wajib bagi dia untuk keluar dari jamaah shalat, misalnya jika dia berhadats. Harusnya mengklarifikasi sebuah perbuatan kepada pelakunya sebelum menjatuhkan hukum kepadanya, apalagi kalau hukumnya berupa pengkafiran atau menghukumi seorang itu munafik. Bolehnya makmum mengadukan imam masjid kepada penguasa jika imamnya melakukan kesalahan dalam shalat. Orang yang melakukan suatu amalan yang lahiriahnya jelek, hendaknya dia menyebutkan uzurnya ketika melaksanakan amalan tersebut. Agar dia tidak mendapatkan tuduhan dan celaan yang tidak pantas dia terima. Dalam meluruskan kekeliruan hendaknya tidak pandang bulu, walaupun yang melakukan kekeliruan itu adalah seorang yang berilmu atau orang yang dekat dengan dirinya. Ancaman yang keras bagi orang/dai yang membuat manusia lari dari dakwah ahlussunnah, baik akibat kesalahan mereka dalam menerapkan manhaj ataukah karena memang sifatnya yang keras dan kurang merahmati orang awam. Dia dinyatakan oleh Nabi -alaihishshalatu wassalam- sebagai tukang fitnah, yakni yang membuat kerusakan. Bolehnya mentahdzir tanpa menasehati terlebih dahulu. Di antara sikap dari Berlemah lembut dan penuh kompromi kepada orang awam, selama tidak mengantarkan kepada perbuatan melanggar agama. Harusnya dibedakan antara kesalahan manhaj dan metode dengan kesalahan penerapan. Kesalahan manhaj bisa mengeluarkan seseorang dari ahlussunnah, tapi tidak demikian dengan kesalahan penerapan. Di antara sifat syariat Islam adalah Tatkala dia melarang dari sesuatu karena suatu sebab maka dia akan menganjurkan sesuatu yang mirip dengan itu tapi tidak melanggar sunnah. Yang menjadi patokan dalam ibadah adalah kualitas ikhlas dan mutaba’ah, bukan kuantitas. Karenanya tidak selamanya orang yang bacaannya panjang itu lebih besar pahalanya daripada yang bacaannya pendek, bisa saja sebaliknya. Hendaknya imam memperhatikan maslahat dan keadaan makmum dalam hal panjangnya bacaan, lamanya ruku’ dan sujud, dan seterusnya. Dan bukan hanya memandang dirinya, apakah dia sanggup mengerjakannya ataukah tidak. Disunnahkan untuk memperindah suara dalam melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur`an, selama masih dalam koridor kaidah-kaidah tajwid. Wallahu Ta’ala A’lam, wafauqa kulli dzi ilmin alim. Sumber Share Some Ideas Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan? Kirim di Sini © 2023 Al-Qur'an dan Sunnah Kita sering mendengar imam dalam salat jamaah membaca al-Quran dalam satu surat terbalik urutannya atau berbeda surat pada rakaat pertama dan kedua. Bagaimana hukum hal tersebut? Pada dasarnya sunnah Rasulullah saw dalam membaca surat al-Qur’an ketika menjadi imam sungguh sangat berbeda dengan yang selama ini sudah menjadi kebiasaan di tengah umat Islam. Perbedaan tersebut terdapat dalam beberapa hal. Pertama, Rasulullah saw jarang sekali membaca ayat-ayat al-Quran yang sangat pendek. Ketika salat subuh misalnya, beliau biasa membaca surat Qaf pada rakaat pertama dan surat ar-Rum pada rakaat kedua. Beliau juga terkadang membaca surat at-Takwir untuk rakaat pertama dan al-Zilzalah untuk rakaat kedua HR Ahmad. Hanya dalam kondisi perjalanan safar saja beliau membaca surat pendek seperti al-Falaq dan an-Nas. Dalam salat zuhur demikian juga. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim menerangkan hal tersebut عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ لَقَدْ كَانَتْ صَلاَةُ الظُّهْرِ تُقَامُ فَيَذْهَبُ الذَّاهِبُ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَقْضِى حَاجَتَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ ثُمَّ يَأْتِى وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى مِمَّا يُطَوِّلُهَا [رواه مسلم] Artinya “Dari Abu Said al-Khudriy, ia berkata suatu ketika salat zuhur ditunaikan, lalu seseorang pergi ke perkampungan Baqi’ dan ia melaksanakan aktivitasnya di sana, kemudian ia berwudlu lalu mendatangi jamaah salat dan Rasulullah Saw. yang menjadi imam masih berada pada rakaat pertama karena saking panjangnya apa yang beliau baca”. [HR. Muslim] Perbedaan kedua adalah Rasulullah saw tidak pernah membaca surat secara sepotong-sepotong. Dalam keterangan hadis-hadis ditemukan bahwa Rasulullah saw selalu membaca ayat secara sempurna, baik diselesaikan dalam satu rakaat, ataupun dibagi ke dalam dua rakaat. Dalam salat Maghrib misalnya, beliau membaca surat al-A’raf dalam dua rakaat, atau ath-Thur dan al-Mursalat atau membaca al-Mu’awwidzatain al-Falaq dan al-Nas [Ibnu al-Qayyim, Zadul Ma’ad, vol. I, hal. 205, Sayyid Sabiq, vol. I, hal. 183]. Namun demikian, apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw tersebut bukanlah suatu kewajiban yang juga harus dilakukan oleh umatnya. Dalam kaedah ushul fikih disebutkan مُجَرَّدُ الْفِعْلِ لَا يُفِيْدُ الْوُجُوْبَ Artinya “Perbuatan Nabi semata yang tidak diiringi oleh indikasi lain tidak menunjukkan kewajiban.” Yang diperintahkan dan menjadi kewajiban hanyalah membaca suratnya saja, bukan panjangnya bacaan atau kesesuaian dengan contoh dari Nabi saw. Dalam al-Quran disebutkan فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ [المزمّل، 73 20] Artinya “…karena itu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an.” [QS. al-Muzzammil 73 20] Namun, bagi para imam yang ingin menegakkan sunnah Rasulullah saw serta dengan mempertimbangkan kenyamanan jamaah dengan bacaan panjang, maka tentu mengikuti sunnah Rasulullah saw adalah lebih utama. Berkenaan dengan membaca ayat tidak berdasarkan urutan dalam rakaat pertama dan rakaat kedua, kami berpandangan hal tersebut tidaklah dilarang, karena tidak ada nash yang secara tegas melarangnya. Namun kami berpandangan bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang mafdhul-tidak utama kebalikan dari afdhal karena tidak sesuai dengan sunah Nabi saw. Dengan demikian kami berpandangan sebaiknya tidak dilakukan. Wallahu a’lam bish-shawab. Sumber Majalah Suara Muhammadiyah, 2010 Hits 4816 JAKARTA - Saat ada imam yang mengawali bacaan surat setelah Al-Fatihah dengan ayat pertama surat Al Baqarah, tidak jarang ada makmum yang kaget atau sedikit mengeluh mendengarnya. Atau mungkin juga saat gerakan rukuk tidak kunjung terjadi meski imam sudah membaca surat hingga lima menit lebih. Pengalaman-pengalaman ini sepertinya yang membuat orang bertanya tentang aturan Islam terkait bacaan surat setelah Al-Fatihah. Bagaimana anjuran Nabi SAW terkait ini? Dilansir dari Islamweb, para ulama menyebut membaca beberapa bagian atau ayat dari Alquran setelah Al-Fatihah dalam dua rakaat pertama adalah sunnah dan tidak wajib. Pandangan ini sesuai dengan hadist Nabi yang artinya Dari Abu Hurairah RA dengan dia yang mengatakan, “Membaca surat Al-Fatihah di setiap rakaat sholat adalah wajib. Bacaan yang kami dengarkan dari Rasulullah, kami buat kamu mendengarkannya. Dan apa yang dia baca dalam diam, kami juga membacanya dengan tenang dan kami tidak membacanya dengan keras. Dan barang siapa membaca Ummu Alquran Al-Fatihah, maka cukup baginya untuk sahnya sholat, dan orang yang menambahkannya membaca beberapa ayat Alquran lainnya bersama dengan Surat Al-Fatihah, maka ini lebih baik.” HR. Ahmad dan Muslim. Membaca satu ayat saja setelah bacaan Al-Fatihah disebut ulama adalah dibolehkan. Imam Ahmad mencontohkan satu ayat yang bisa dibaca saat sholat seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 282 dan ayat kursi atau Al-Baqarah ayat 255. Apabila seseorang memang ingin membaca satu ayat saja setelah Al-Fatihah, para ulama menganjurkan agar ayat tersebut harus memiliki arti. Tidak dianjurkan juga membaca ayat yang tidak bisa diartikan jika hanya dibaca satu ayat tanpa ayat lain. Seperti ayat مُدْهَامَّتَانِ, pada surat Ar-Rahman ayat 64. Dari pembahasan di atas, diketahui banyaknya jumlah ayat ditentukan dari banyaknya jumlah kata atau huruf dalam satu ayat. Membaca surat setelah Al-Fatihah juga menjadi hal yang sunnah. Namun, jika memang ingin membaca satu ayat saja setelah Al-Fatihah, bisa membaca ayat-ayat yang direkomendasikan ulama seperti Al-Baqarah ayat 255 atau dengan ayat kursi. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini Surat-surat pendek dalam Alquran untuk dibaca saat sholat. Foto dok. sholat fardhu merupakan kewajiban bagi umat Islam. Dalam mengerjakan sholat, kita diperintahkan untuk membaca bcaaan sholat sesuai dengan tuntunan, termasuk bacaan surat-surat pendek dalam Alquran. Berikut ini adalah sederet surat-surat pendek dalam Alquran yang dapat Anda baca saat menunaikan sholat wajib Pendek untuk Bacaan Sholat FardhuSholat merupakan amalan utama yang dihisab di hari perhitungan nanti. Maka dari itu, kita sebagai hamba Allah sudah semestinya memperhatikan kesempurnaan sholat yang kita tunaikan sehari-hari. Hal ini perlu dilakukan agar perhitungan amalan kita di akhirat nanti dapat mendekatkan kita kepada surga yang kita sholat wajib maupun sholat sunnah yang kita kerjakan, kita dianjurkan untuk membaca surat-surat pendek setelah membaca surat Al Fatihah. Anjuran membaca surat pendek pilihan ini disebutkan dalam buku berjudul Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq yang disusun oleh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi 201988 yang menyebutkan bahwa membaca surat Al-Qur`an setelah Al Fatihah disunnahkan bagi orang yang shalat untuk membaca satu surat atau sebagian ayat-ayat dalam itu, terdapat pula hadist yang menyebutkan anjuran membaca surat-surat pendek setelah membaca surat Al Fatihah. berikut ini hadis yang membahas anjuran membaca surat-surat pendek pilihanوإنْ لَمْ تَزِدْ علَى أُمِّ القُرْآنِ أجْزَأَتْ وإنْ زِدْتَ فَهو خَيْرٌArtinya “Jika engkau tidak menambah selain surah Al-Fatihah, maka itu boleh. Adapun jika engkau menambah lebih dari itu, maka itu lebih baik.” HR. Bukhari, no. 772 dan Muslim, no. 396.Sunnah ini tentunya sangat dianjurkan untuk dikerjakan agar sholat yang kita tunaikan menjadi sempurna. Berikut ini adalah pilihan surat-surat pendek dalam Alquran yang dapat Anda baca saat sholat wajib yang rutin Anda kerjakan sehari-hariAn-Nas, terdiri dari 6 ayatAl-Falaq, terdiri dari 5 ayatAl-Ikhlas, terdiri dari 4 ayatAl-Lahab, terdiri dari 5 ayatAn-Nashr, terdiri dari 3 ayatAl-Kafirun, terdiri dari 6 ayatAl-Kautsar, terdiri dari 3 ayatAl-Ma’un, terdiri dari 7 ayatAl-Quraisy, terdiri dari 4 ayatAl-Fil, terdiri dari 5 ayatAl-Humazah, terdiri dari 9 ayatAl-Ashr, terdiri dari 3 ayatAt-Takatsur, terdiri dari 8 ayatAl-Qari’ah, terdiri dari 11 ayatAl-Adiyat, terdiri dari 11 ayatAl-Zalzalah, terdiri dari 8 ayatAl-Bayyinah, terdiri dari 8 ayatAl-Qadr, terdiri dari 5 ayatAt-Tin, terdiri dari 8 ayatAl-Insyirah, terdiri dari 8 ayatAd-Dhuha, terdiri dari 11 ayatDeretan surat-surat pendek dalam Alquran tersebut dapat Anda jadikan pilihan saat membaca surat pendek setelah bacaan surat Al Fatihah dalam sholat. Semoga kita dapat terus menyempurnakan sholat fardhu kita, agar dapat memperoleh pahala yang berlimpah sehingga ditempatkan di dalam surga yang paling tinggi. DAP

membaca potongan surat dalam shalat